Sebagai imigran di negara lain, jika ditanya bentuk kerinduan apa yang paling dalam selain bertemu keluarga, maka saya akan menjawab, pulang ke kampung halaman Yogyakarta (hati saya mengharu biru rindu dendam jika teringat kota ini). Memang, selain wong Yogya aseli, banyak mantan penghuni kota nostalgia ini yang senantiasa mengenangnya sebagai kampung halaman kedua. Ada ujaran bernuansa mistis (urban legend), jika kita pernah mendengar suara Lampor (barisan prajurit istana ratu laut selatan) selama tinggal di Yogya, maka hati kita akan terpaut selamanya dengan kota kesultanan ini.
Baru-baru ini di Kompas Media Online, pada rubrik Wisata Kota Toea diceritakan keunikan perjalanan menggunakan kereta diesel listrik PRAMEKS jurusan Yogyakarta-Solo pp. Selain difungsikan sebagai kereta komuter alias kendaraan massal bola-balik, sebenarnya jalur ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kereta wisata. Ciri khas jalur Yogya-Solo yang diangan saya senantiasa menawan, nostalgic, dan unik memang pantas ditawarkan sebagai nilai tambah perjalanan dan nilai tambah ekonomi PT Kereta Api Indonesia.
Saya pernah menikmati jalur wisata kereta di kota Cairns, Queensland, Australia. Kereta ini walaupun menggunakan mesin penarik (lokomotif) baru, tapi mempertahankan rangkaian gerbong lawas. Jalur yang dilewati adalah area pegunungan dan hutan tropis mulai dari titik Kuranda hingga masuk ke tengah kota Cairns. Sungguh pengalaman yang menyenangkan bagi saya yang baru pertama kali merasakan wisata model ini (saya belum pernah menikmati kereta wisata di Ambarawa).
Sarana apa yang mungkin bisa ditambahkembangkan di rangkaian kereta PRAMEKS?
Jika sungguh hati ingin menjadikan jalur ini sekaligus sebagai jalur wisata, maka fasilitas pertama yang bisa dengan mudah ditambahkan adalah alat pengeras suara. Pemandu wisata sekaligus masinis bisa menggunakannya untuk berbagai keperluan informasi. Kedua, penambahan gerbong makan, ketiga dekorasi kereta yang tidak menjemukan, keempat adalah informasi lengkap di stasiun keberangkatan maupun tujuan (termasuk informasi di dunia maya), dan kelima adalah jalinan kerjasama dengan agen wisata. Dengan sedikit usaha tadi, kita bisa berharap sedikit demi sedikit ada pertambahan penumpang yang memang benar-benar bertujuan wisata. Hal sangat penting untuk juga diingat adalah mempertahankan pemandangan di sepanjang jalur agar tidak dirusak oleh pembangunan sembrono, sebuah tugas yang serius untuk pemda.
Mungkin ada pembaca yang tertarik untuk bercerita pengalaman naik PRAMEKS?
Jika mata ingin bercerita
ngayojokarto… kutone aman berhati nyaman, kuto seniman
kuto pelajar lan kabudayan…..
jsdi kangen….